Rabu, 17 Juni 2009

PENELITIAN LICHENES
LUAR ANGKASA


Penelitian yang dilakukan oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) menemukan bahwa lichen atau lumut kerak dapat bertahan hidup di kondisi luar angkasa yang keras.

Lichen merupakan organisme gabungan antara ganggang dan jamur. Di bumi, organisme ini mudah ditemukan di permukaan batu. Ia memang dikenal dapat bertahan hidup pada kondisi yang ekstrim seperti di daerah pegunungan. Nah, baru-baru ini diketahui juga bahwa lichen adalah bentuk kehidupan paling kompleks - sejauh ini - yang dapat bertahan dalam waktu lama di luar angkasa.

Dalam sebuah percobaan yang dipimpin oleh Leopoldo Sancho dari Universitas Compultense Madrid, dua spesies lichen - Rhizocarpon geographicum dan Xanthoria elegans - dimasukkan ke dalam kapsul dan diorbitkan bersama roket Soyuz Rusia tanggal 31 Mei 2005.

Begitu tiba di orbit Bumi, penutup kontainer dibuka dan sampel dibiarkan terbuka di lingkungan ruang angkasa selama 15 hari, sebelum dimasukkan lagi ke dalam kapsul lalu dibawa kembali ke bumi.

Selama di orbit, lichen berada di lingkungan hampa udara dengan suhu -20 derajat Celsius pada malam hari dan 20 derajat Celsius pada siang hari. Mereka juga diterpa radiasi ultraviolet Matahari.

"Yang mengejutkan, mereka tetap berada dalam kondisi normal setelah penerbangan," kata Rene Demets, peneliti untuk proyek Foton. "Lichen tidak berubah sama sekali seperti sebelum penerbangan."

Penumpang gelap

Selama di luar angkasa, lichen berubah menjadi tidak aktif dan tidak melakukan metabolisme. Tetapi setelah kembali ke Bumi semua kembali ke aktivitas normal. DNA-nya pun tidak mengalami kerusakan. Semua lichen sepertinya tahan menghadapi radiasi ultra violet, bahkan yang menerima penyinaran lebih.

Lichen memiliki lapisan mineral kuat yang melindunginya dari sinar ultra violet. Mereka terdiri dari organisme-organisme yang saling menyelimuti satu sama lain, sehingga lapisan paling atas mampu memberikan perlindungan pada sel-sel di bawahnya. Organisme ini sebelumnya sudah kemampuannya bertahan terhadap radiasi UV yang kuat di Bumi.

Percobaan di atas memberi dukungan pada teori panspermia, bahwa kehidupan dapat berpindah antar planet, misalnya dengan menumpang pada asteroid. Ini juga menjadi indikasi bahwa organisme serupa lichen mungkin dapat bertahan hidup di planet Mars, setidaknya selama musim panas.

Hubungan simbiosis

Walaupun atmosfer Mars sangat tipis, tetapi ada karbon dioksida yang diperlukan lichen untuk berfotosintesis. Namun, mereka mungkin tidak dapat bertahan lama di Mars karena kandungan oksigen yang sangat sedikit.

Pada tahun 1980-an, hasil percobaan yang dilakukan dalam satelit Long Duration Exposure Facility NASA menunjukkan bahwa bakteri tertentu cukup kuat untuk bertahan hidup di angkasa luar.

Rocco Mancinelli, yang juga pernah melakukan penelitian kehidupan mikro organisme di luar angkasa, mengaku tidak heran dengan kemampuan lichen bertahan hidup di luar atmosfer Bumi karena sebelumnya ada beberapa mikroorganisme yang juga dapat bertahan hidup di sana.

Kehidupan bersama antara ganggang dan jamur yang membentuk lichen berada dalam hubungan simbiosis atau saling menguntungkan. Ganggang memberi makan jamur sementara jamur memberikan lingkungan hidup yang nyaman bagi ganggang. (k-1)


Jamur Lichenes-Indikator Pencemaran Udara

oleh :@jo assidiq al-albani
IAIN CIREBON

Jamur Lichenes merupakan jamur yang sering disebut sebagai jamur kerak, karena jamur ini merupakan simbiosis antara fungi dan alga yang membentuk lumut kerak atau lichenes. Jamur lichenes mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan, salah satunya ada lah sebagai indikator pencema ran udara . Hal ini diakibatkan zat -zat berbahaya seperti logam berat , fluorida , pestisida, radioaktif, dan zat berbahaya lainnya dapa t mempenga ruhi per tumbuhan koloni Lichenes (Dr s. Sudjino, M.S.,dkk., 2005). Kenapa bisa koloni lichenes dapat tumbuh dangan adanya zat-zat berbahaya seperti itu?

Morfologi dalam (anatomi) dari Jamur Lichenes sebagai berikut:
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu.
- Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin.
Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
- Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di
bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar.
Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc,
Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut
lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
- Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian
tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke
segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian
yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian
atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi
membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
- Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan
membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar
dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar
(rhizines). Ada beberapa jenis lichenes tidak mempunyai korteks bawah.
Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus
yang fungsinya sebagai proteksi.
Manfaa t Lichenes dia t a s merupakan manfaa t yang sangat ba ik apabila
set iap or ang mau mengama t i lingkungan khususnya tumbuhan Lichenes ter sebut .
Dengan begitu ma sya raka t akan t ahu bahwa da erah yang mereka tempat i ter sebut
keada an uda ranya ba ik a t au buruk dengan ca r a meliha t jamur lichenes tumbuh
a t au t idak dan bia sanya jamur t er sebut tumbuh pada ba t ang sua tu tumbuhan
dikotil.
Jamur Lichenes membuat saya tertarik dan bertanya -tanya senyawa apakah
yang terkandung dida lam jamur ter sebut . Sebagai mahasiswa jurusan biologi , saya
ingin t ahu senyawa apakah itu dan mengapa senyawa itu bisa bereaksi dengan
udara/zat yang ganas sehingga t erbentuklah koloni dari jamur lichenes. Mungkin
dariana tomi jamur Lichenes yang t er tulis diatas itu dapat kita teliti lebih lanjut
apakah za t -za t penyusunnya dan mengapa za t itu bisa menanggapi rangsang
berupa udara /zat berbahaya? Dari rasa penasaran inilah terbesit dalam pikiran
saya apakah bisa senyawa dida lam jamur lichenes ter sebut kita ekstrak atau
membuat sendiri senyawa yang sama untuk dibuat sebuah objek/benda indikator
dari senyawa -senyawa tersebut sehingga benda tersebut dapat kita gunakan
sebagai alternatif untuk mengetahui tingkat polusi udara disuatu daerah.
Alangkah bahagianya jika semua orang bisa tahu dengan keadaan udara didaerah
mereka , sehingga mereka dapat mawas diri dan berhati-hati agar tidak terlalu
sering menghirup udara-udara berbahaya seperti itu. Dengan begitu tingkat
kesehatan masyarakat Indonesia bisa bertingkat . Perlu diingat bahwa penyebab
utama timbulnya suatu penyakit adalah makanan yang tidak sehat dan
lingkungan khususnya keadaan udara yang sudah banyak terkontaminasi oleh
adanya zat-zat berbahaya.

APLIKASI MIKORIZA UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN JATI DI MUNA by: mas ajo assidiq al-albani

I. PENDAHULUAN

Tanaman Jati (Tectona grandis L.f) merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad 9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet tinggi. Mengingat penggolongan tersebut, jati menjadi tanaman primadona dalam pemilihan bibit untuk pelaksanaan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) atau GERHAN terutama di Sulawesi Tenggara. Tanaman ini tersebar di pulau Jawa dan beberapa pulau kecil diantaranya adalah Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Tanaman Jati merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat berasosiasi dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) karena pada fase pertumbuhannya, jati membutuhkan unsur hara fosfat yang cukup banyak (0,222 – 0,108) dan berdasarkan tingkat responnya terhadap pemberian CMA maka tanaman jati dikelompokan kedalam jenis-jenis yang responsif tinggi . Di Sulawesi Tenggara, keberadaan hutan jati sudah sangat mengkhawatirkan. Laju kerusakan dan deforestasi hutan jati semakin tinggi. Apabila laju kerusakan hutan jati terus terjadi, maka selain berdampak terhadap berkurangnya potensi jati per luasan areal juga memunculkan lahan-lahan marjinal. Hal ini menjadi kendala dalam usaha rehabilitasi hutan jati. Permasalahan yang umumnya muncul dalam mengkonservasi lahan–lahan yang sudah rusak adalah pengadaan bibit dalam jumlah yang banyak dan kegagalan penanaman di lapangan yang salah satunya karena kematian bibit saat pemindahan ke lapangan. Oleh karena itu bibit sebelum dipindahkan ke lapangan perlu dibekali sehingga ketika dipindahkan ke lapangan bibit tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu upaya pembekalan bibit saat di persemaiaan adalah dengan penggunaan CMA. Sebagai sumber inokulum, CMA mempunyai peran yang penting terhadap pembangunan hutan terutama pada skala persemaian. Pemanfaatan CMA dapat menghemat biaya produksi di persemaian dan dapat meningkatkan vigor semai jati pada saat pemindahan tanaman ke lapangan (Rajan et al., 2000). Keberhasilan pemanfaatan CMA pada skala persemaian tergantung pada penguasaan jenis CMA, waktu dan teknik aplikasi CMA serta faktor– faktor lainnya.

II. SEKILAS TENTANG MIKORIZA

Kata mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu myces (cendawan) dan rhiza (akar) (Sieverding, 1991). Jadi mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisma antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan, cendawan memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya cendawan memberi keuntungan kepada tanaman inang, dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksi maka mikoriza dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yakni Ektomikoriza dan Endomikoriza (CMA). Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang akhir– akhir ini mendapat perhatian dari para ahli lingkungan dan biologis untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati / pupuk biologis. CMA merupakan sumber daya alam hayati potensial yang terdapat di alam dan dapat ditemukan hampir di berbagai eksosistem. Cendawan ini mampu membentuk simbiosis dengan sebagian besar (97%) famili tanaman darat. Eksplorasi jenis – jenis CMA dapat dilakukan pada berbagai ekosistem yang masih alami maupun yang telah mengalami gangguan, dari kegiatan ini dapat diidentifikasi dan dipetakan jenis-jenis CMA dominan yang spesifik terdapat di suatu daerah. Kegiatan ini sangat penting dilakukan karena selain untuk mengetahui pola distribusi jenis-jenis CMA potensial dan telah beradaptasi dengan kondisi daerah setempat. Mikroba ini dapat diisolasi, dimurnikan dan dikembangkan sebagai agen hayati melalui serangkaian penelitian di INFO TEKNIS Vol 5 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 2 laboratorium dan pengujian di lapangan (field test). Dengan cara ini dapat diseleksi dan dihasilkan isolat-isolat CMA unggul yang teruji efektif.

III. KEUNTUNGAN PUPUK HAYATI MIKORIZA

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang akhir– akhir ini mendapat perhatian dari para ahli lingkungan dan biologis untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati/pupuk biologis. Penggunaan CMA tidak membutuhkan biaya yang besar karena : (a) teknologi produksinya murah, b) semua bahan tersedia di dalam negeri, c) dapat diproduksi dengan mudah dilapangan, d) pemberian cukup sekali seumur hidup tanaman dan memiliki kemampuan memberikan manfaat pada rotasi tanaman berikutnya (Husna, 1998) , e) tidak menimbulkan polusi dan f) tidak merusak struktur tanah Keuntungan yang diharapkan dari pemanfaatan cendawan ini kaitannya dengan pertumbuhan, kualitas dan produktivitas tanaman jati adalah dapat membantu akar tanaman dalam penyerapan unsur hara makro dan mikro terutama fosfat (mekanismenya terjadi peningkatan permukaan absorbsi, kerja enzim fosfatase dan enzim oksalat), lebih banyak memanen air karena dapat menjangkau pori–pori mikro tanah yang tidak bisa dijangkau oleh rambut–rambut akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan (mekanisme ; penyerapan hifa sangat luas, laju transpirasi lebih kecil per satuan luas daun dan peningkatan tekanan osmotik), patogen akar (mekanisme ; memperbaiki nutrisi tanaman, lapisan hifa yang menutupi akar, melepaskan antibiotik), pencemaran logam berat (mekanisme kerja dari hifa cendawan) dan tingkat salinitas. Cendawan ini juga menghasilakan zat pengatur tumbuh (hormon) yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman. Keuntungan lain yang diperoleh dari cendawan ini adalah dapat dijadikan sebagai bio indikator kualitas lingkungan, mempertahankan stabilitas ekosistem dan keanekaragaman hayati karena dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alamiah pada habitat-habitat yang mengalami gangguan yang ekstrim, memperbaiki struktur tanah, sebagai jembatan transfer carbon dari akar tanaman ke organisme tanah lainnya. Keberadaan cendawan di dalam tanah bersinergis dengan mikroba potensial seperti bakteri penambat nitrogen (keberadaan CMA diperlukan tanaman leguminosa untuk pembentukan bintil akar dan efektifitas penambatan nitrogen oleh rhizobium/bradyrhizobium) dan bakteri pelarut fosfat, jasad-jasad renik selulotik seperti Tricoderma sp. Cendawan mempunyai peran terhadap keberlanjutan regenerasi tanaman dan memberi kontribusi positif terhadap keberadaan spesies tanaman pada suatu komunitas. Peran itu dilakukan dengan empat cara yaitu ; 1) cendawan mikoriza berpengaruh positif terhadap reproduksi (melalui persilangan jantan dan betina) dan kemampuan adaptasi tanaman, 2) kolonisasi cendawan mikoriza dapat meningkatkan kepadatan populasi tanaman, 3) kolonisasi cendawan dapat meningkatkan kualitas ukuran dan produktivitas tanaman pada populasi tanaman dan 4) sebagai sumber inokulum penting terhadap pembangunan hutan terutama pada skala persemaian.

IV. DIVERSITAS DAN APLIKASI MIKORIZA PADA TANAMAN JATI
Menurut hasil penelitian Maryadi (2002) melaporkan bahwa tanaman jati berasosiasi baik dengan CMA. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberepa genus di rizosper (baca = perakaran tanaman) jati. Genus yang ditemukan adalah Glomus, Scelerocistys dan Gigaspora. Eksplorasi CMA telah dilakukan pada tanaman jati di 3 (tiga) daerah yakni Kota Kendari, Kabupaten Muna dan Buton pada tahun 2003 dan 2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa CMA dapat ditemukan pada rhizosper tanaman jati. Secara umum ditemukan 4 (empat) genus yaitu Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora Untuk mendukung keberhasilan aplikasi mikoriza pada tanaman jati perlu diketahui cara dan waktu Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA). Karena merupakan salah satu syarat keberhasilan dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi mikoriza pada tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan dan tanaman obat serta pakan ternak guna mendapatkan manfaat yang optimal. Teknik dan waktu yang tepat akan menentukan keberhasilan tanaman terinfeksi oleh CMA. Waktu inokulasi CMA hanya dilakukan pada saat tanaman masih tingkat semai atau pada biji yang baru berkecambah, inokulasi pada tanaman yang telah dewasa selain boros penggunaan inokulum juga kurang memberikan manfaat yang optimal. Selain waktu inokulasi, teknik (cara) inokulasi perlu menjadi perhatian. Pemilihan teknik inokulasi yang akan digunakan tergantung pada tipe inokulan dan tempat percobaan (penelitian) yang dilakukan seperti laboratorium, rumah kaca maupun di lapangan. Prinsip dasar dari teknik inokulasi adalah peletakan inokulan INFO TEKNIS Vol 5 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 3 CMA perlu berdekatan atau bersentuhan dengan akar tanaman, jika peletakan inokulan terlalu jauh dari perakaran tanaman akan menyebabkan gagalnya infeksi. Teknik inokulasi sering dilakukan adalah teknik pra inokulasi dan teknik inokulum layering. Teknik pra inokulasi diterapkan jika inokulum yang dipakai masih baru dan biji yang akan diinokulasi relatif kecil sedangkan cara layering dipakai jika inokulum CMA telah mengalami penyimpanan selama 3-6 bulan dan biji yang diinokulasi relatif besar (Jati, dll). Teknik inokulasi dengan cara pra-inokulasi lebih efektif dan sangat hemat inokulan CMA. Hasil penelitian tentang pemanfaatan CMA terhadap pertumbuhan tanaman jati menunjukkan bahwa CMA dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman jati pada skala persemaian. Irianto, dkk (2003) melaporkan bahwa CMA dapat meningkatkan tinggi, diameter dan berat kering total masing-masing 192 %, 178% dan 403% bila dibandingkan dengan kontrol. Penelitian aplikasi CMA pada tanaman jati lokal Muna telah dilakukan di Propinsi Sulawesi Tenggara. Hasilnya menunjukan bahwa semai jati menunjukkan responsif terhadap aplikasi CMA. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Husna pada tahun 2003 dan 2004 melaporkan respon jati Muna terhadap aplikasi Mikoriza pada variabel tinggi sebesar 107%- 148% dan berat kering total semai sebesar 270%-1122% peningkatan bila dibandingkan dengan kontrol pada skala persemaian. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa semai jati menunjukkan responsif tinggi terhadap aplikasi CMA. Hasil penelitian lain seperti hasil penelitian Rizal Sangadji (2003) dalam Mansur (2003b) melaporkan bahwa formulasi CMA dengan tepung tulang dapat meningkatkan pertumbuhan jati sampai 6 kali lipat. Di bawah ini ditampilkan gambar kenampakan jati di lapangan yang dibekali dengan pupuk hayati mikoriza.


DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Neale B, Bernei D, Tim G and Nick M. 1996. Working With Mycorrhizas in Forestry and Agriculture.
Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR). Canbera - Australia.
Husna. 2003. Studi Diversitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Asal Sulawesi Tenggara. Makalah Poster
Seminar dan Pameran Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk
Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, 16 September 2003, UNPAD Bandung
(A) Jati Bermikoriza 6 Bulan = 3 M
Lahan Kars di Kec. Mawasangka Kab. Buton (B) Jati Tidak Bermikoriza 6 Bulan = 1 M
INFO TEKNIS Vol 5 no 1 Juli 2007
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
4
............. 2004. Strategi Pengembangan Produksi Pupuk Hayati Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Sulawesi
Tenggara. Laporan Akhir Hibah Penelitian, Due-Like Batch II. Kendari.
............ 2004. Respon Pertumbuhan Bibit Jati (Tectona grandis L.f) Lokal Muna yang diinokulasi CMA dan
Pupuk Kandang. Jurnal Agriplus Faperta Unhalu. Kendari
Irianto, R.S.B., Santoso, E., Corryanti, TWN., Prematuri, R., Turjaman, M., Widyati, E., Sitepu, I.R dan Santoso.
2002. Pengaruh Penggnaan Cendawan Mikoriza Arbuskula, Pupuk dan Media Tumbuh terhadap
Pertumbuhan bibit Jati (Tectona grandis L.f). Prosiding Seminar Mikoriza. Bandung, 23 April 2001.
Bandung.
Mahfudz., Fauzi, M.A., Yuliah., Herawan, T., Prastyono., Supriyanto, H. 2003. Sekilas Tentang Jati (Tectona
grandis). Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogjakarta.
Mansur, I. 2003b. Potensi Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Pengembangan Jati di Sulawesi
Tenggara. Makalah Seminar Nasional Mikoriza. Fakultas Pertanian, Unhalu. Kendari.
Maryadi F. 2001. Status dan Keanekaragaman Jenis Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) di Bawah Tegakan
Kebun Benih Klonal (KBK) Jati (Tectona grandis L.f) Padangan. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor. Hal. 13 – 24.
Maryadi, F. 2002. Studi Keanekaragaman CMA pada bawah Tegakan Klonal Jati . Skripsi Manajemen Hutan.
Fahutan. IPB. Bogor.
Rajan,S.K., Reddy,B.J.D., Bagyaraj,D.J. 2000. Screening of arbuscular mycorrhizal fungi for their symbiotic
efficiency with Tectona grandis. For. Ecol. Manage 126:91-95.
Sangadji, R. 2003. Perbaikan Kualitas Inokulum Mikoriza dengan Penambahan Bahan Organik dan Pengaruhnya
Terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis L.f). Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sieverding, E. 1991. Vesicular – Arbuscular Mycorrhizal Management in Tropical Ecosystems. Technical
Cooperation, Federal Republic of Germany. Eschborn.

mikoriza dan lichenes


MIKORIZA DAN LICHENES
oleh : @jo assidiQ

Mikoriza.Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Secara umum Mikoriza dibagi atas 2 golongan, yaitu : ektomikoriza dan endomikoriza.

Pembagian ini didasarkan pada tempat mikoriza bersimbiosis pada akar.
- Ektomikoriza, yaitu mikoriza yang hidup di permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel apeks akar
- Endomikoriza, yaitu mikoriza yang hidup di bagian dalam akar tanaman.

Lichenes/Lichen (Lumut kerak) merupakan dua jenis makhluk hidup yang saling bersimbiosis. Kedua jenis makhluk hidup tersebut adalah ganggang hijau (Cholorophyta) atau biru (Cyanophyta) dan jamur dari kelompok Ascomycota atau Basidiomycota. Lichen tergolong tumbuhan pionir/vegetasi perintis, karena mampu hidup di tempat-tempat yang ekstrim. Dalam hidupnya lumut kerak tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi serta tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan dapat hidup kembali.

lichenes dan mikoriza

lichenes dan mikoriza
by: @jo assidiq
Mikoriza
Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur.
Pembagian Mikoriza
Mikoriza secara umum terbagi atas 2 (dua) golongan, yaitu : ektomikoriza dan endomikoriza. Pembagian ini didasarkan pada tempat mikoriza bersimbiosis pada akar.
• Ektomikoriza : merupakan mikoriza yang menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel apeks akar.
• Endomikoriza : merupakan mikoriza yang menginfeksi bagian dalam akar tanaman di dalam dan di antara sel-sel apeks akar.


LICHENES

Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan alga
sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut ini
hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar
kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi.
Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam
pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada
bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup
yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama.
Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari,
tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali.
Lichenes menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk
dapat beradaptasi pada habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk
mengontrol sinar terik matahari, mengusir/menolak (repellen) herbivora,
membunuh mikroba dan mengurangi kompetisi dengan tumbuhan, dll.
Diantaranya berbagai jenis pigmen dan antibiotik yang juga membuat lichenes ini
sangat berguna bagi manusia pada masyarakat tradisional.
Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi seperti putih, hijau keabuabuan,
kuning, oranye, coklat, merah dan hitam.
Alga dan jamur bersimbiosis membentuk lichenes baru jika bertemu jenis
yang tepat. Para ahli mengemukakan berbagai pendapat mengenai
pengelompokan atau klasifikasi lichenes dalam dunia tumbuhan. Ada yang
berpendapat bahwa lichenes dimasukkan ke dalam kelompok yang tidak terpisah
dari jamur, tapi kebanyakan ahli berpedapat bahwa lichenes perlu dipisahkan dari
fungi atau menjadi golongan tersendiri. Alasan dari pendapat yang kedua ini
adalah karena jamur yang membangun tubuh lichenes tidak akan membentuk
tubuh lichenes tanpa alga. Hal lain didukung oleh karena adanya zat-zat hasil
metabolisme yang tidak ditemui pada alga dan jamur yang hidup terpisah.

MORFOLOGI THALLUS
A. Morfologi Luar
Tubuh lichenes dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai
kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu-abu
kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau
merah dengan habitat yang bervariasi.
Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa
merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal
pada jamur yang bukan lichenes. Alga selalu berada pada bagian permukaan dari
thallus.
Berdasarkan bentuknya lichenes dibedakan atas empat bentuk :
a. Crustose
Lichenes yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan
selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini
susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya.
Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau
Pleopsidium
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian
tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang
tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau
endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki
struktur berlapis, disebut leprose.
b. Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobuslobus.
Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya.
Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut
berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini
melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi
sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan.
Contoh : Xantoria, Physcia, Peltigera, Parmelia dll.
c. Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk
seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu,
daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara
permukaan atas dan bawah.
Contoh : Usnea, Ramalina dan Cladonia
d. Squamulose
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut
squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan
sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.


B. Morfologi dalam (Anatomi)
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini
mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu.
- Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari
hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin.
Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
- Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di
bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar.
Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc,
Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut
lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
- Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian
tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke
segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian
yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian
atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi
membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
- Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan
membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar
dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar
(rhizines). Ada beberapa jenis lichenes tidak mempunyai korteks bawah.
Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus
yang fungsinya sebagai proteksi.
Dari potongan melintang Physcia sp. terlihat lapisan hijau sel-sel alga dan
rhizines coklat bercabang pada bagian bawah. Bagian tengah yang
berwarna putih terdiri dari sel-sel jaringan jamur yang disebut medulla.
Struktur pipih pada bagian atas dan kanan disebut apothecia dan lapisan
coklat di atasnya disusun oleh asci, yaitu bagian dari ascomycete yang
megandung spora jamur.
C. Struktur Vegetatif
Struktur tubuh lichenes secara vegetatif terdiri dari
- Soredia, terdapat pada bagian medulla yang keluar melalui celah kulit.
Diameternya sekitar 25 – 100 m, sehingga soredia dapat dengan mudah
diterbangkan angin dan akan tumbuh pada kondisi yang sesuai menjadi
tumbuhan licenes yang baru. Jadi pembiakan berlangsung dengan
perantaraan soredia. Soredia itu sendiri merupakan kelompok kecil sel-sel
gangang yang sedang membelah dan diselubungi benang-benang
miselium menjadi satu badan yang dapat terlepas dari induknya. Soredia
ini terdapat di dalam soralum.
Potongan Lobaria pulmonaria. Bagian hitam yang membengkak disebut
cephalodium dan struktur bentuk mahkota adalah soralium dengan bentuk
bola kecil soredia di atasnya. Lapisan hijau adalah koloni alga.
- Isidia
Isidia berbentuk silinder, bercabang seperti jari tangan dan terdapat pada
kulit luar. Diamaternya 0,01 – 0,03 mdan tingginya antara 0,5 – 3 m.
Berdasarkan kemampuannya bergabung dengan thallus, maka dalam
media perkembangbiakan, isidia akan menambah luas permukaan
luarnya. Sebanyak 25 – 30 % dari spesies foliose dan fructicose
mempunyai isidia. Proses pembentukan isidia belum diketahui, tetatpi
dianggap sebagai faktor genetika.
- Lobula
Lobula merupakan pertumbuhan lanjutan dari tahllus lichenes yang sering
dihasilkan di sepanjang batas sisi kulit luar. Lobula ini dapat berkembang
dengan baik pada jenis foliose, Genus Anaptycia, Neproma, Parmelia dan
Peltigera. Lobula sangat sukar dibedakan dengan isidia.
- Rhizines
Rhizines merupakan untaian yang menyatu dari hifa yang berwarna
kehitam-hitaman yang muncul dari kulit bagian bawah (korteks bawah)
dang mengikat thallus ke bagian dalam. Ada dua jenis rhizines yaitu
bercabang seperti pada Ctraria, Physcia dan Parmelia dan yang tidak
bercanag terdapat pada Anaptycis dan beberapa Parmelia.
- Tomentum
Tomentum memiliki kepadatan yang kurang dari rhizines dan merupakan
lembaran serat dari rangkaian akar atau untaian yang renggang. Biasanya
muncul pada lapisan bawah seperti pada Collemataceae, Peltigeraceae
dan Stictaceae.
- Cilia
Cilia berbentuk seperti rambut, menyerupai untaian karbon dari hifa yang
muncul di sepanjang sisi kulit. Cilia berhubungan dengan rhizines dan
hanya berbeda pada cara tumbuh saja.
- Cyphellae dan Pseudocyphellae
Cypellae berbentuk rongga bulat yang agak besar serta terdapat pada
korteks bawah dan hanya dijumpai pada genus Sticta. Pseudocyphellae
mempunyai ukuran yang lebih kecil dari cyphellae yaitu sekittar 1 mdan
terdapat pada korteks bawah spesies Cetraria, Cetralia, Parmelia dan
Pasudocyphellaria. Rongga ini berfungsi sebagai alat pernafasan atau
pertukaran udara.
- Cephalodia.
Cephalodia merupakan pertumbuhan lanjutan dari thallus yang terdiri dari
alga-alga yangg berbedadari inangnya. Pada jenis peltigera aphthosa,
cephalodia mulai muncul ketika Nostoc jatuh pada permukaan thallus dan
terjaring oleh hifa cephalodia yang berisikan Nostoc biru kehijauan. Jenis
ini mampu menyediakan nitrogen thallus seperti Peltigera, Lecanora,
Stereocaulon, Lecidea dan beberapa jenis crustose lain.

KLASIFIKASI LICHENES
Lichenes sangat sulit untuk diklasifikasikan karena merupakan gabungan
dari alga dan fungi serta sejarah perkembangan yang berbeda. Para ahli seperti
Bessey (1950), Martin (1950) dan Alexopoulus (1956), berpendapat bahwa
lichenes dikelompokkan dan diklasifikasikan ke dalam kelompok jamur
sebenarnya. Bessey meletakkannya dalam ordo Leocanorales dari Ascomycetes.
Smith (1955) menganjurkan agar lichenes dikelompokkan dalam kelompok yang
terpisah yang berbeda dari alga dan fungi.
Lichenes memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar dasar klasifikasinya
secara umum adalah sebagai beriktu :
1. Berdasarkan komponen cendawan yang menyusunnya
A. Ascolichens.
- Cendawan penyusunnya tergolong Pyrenomycetales, maka
tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium. Contoh :
Dermatocarpon dan Verrucaria.
- Cendawan penyusunnya tergolong Discomycetes. Lichenes
membentuk tubuh buah berupa apothecium yang berumur
panjang. Contoh : Usnea dan Parmelia.
Dalam Klas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen alga dari
famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa
gelatin.
Genus dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia,
Gleocapsa dan lain-lain. Dari Cholophyceae adalah : Protococcus,
Trentopohlia, Cladophora dll.
B. Basidiolichenes
Berasal dari jamur Basidiomycetes dan alga Mycophyceae.
Basidiomycetes yaitu dari famili : Thelephoraceae, dengan tiga
genus Cora, Corella dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filamen
yaitu : Scytonema dan tidak berbentuk filamen yaitu Chrococcus.
C. Lichen Imperfect
Deutromycetes fungi, steril. Contoh : Cystocoleus, Lepraria,
Leprocanlon, Normandia, dll.
2. Berdasarkan alga yang menyusun thalus
A. Homoimerus
Sel alga dan hifa jamur tersebar merat pada thallus. Komponen
alga mendominasi dengan bentuk seperti gelatin, termasuk dalam
Mycophyceae.
Contoh : Ephebe, Collema
B. Heteromerous
Sel alga terbentuk terbatas pada bagian atas thallus dan komponen
jamur menyebabkan terbentuknya thallus, alga tidak berupa
gelatin Chlorophyceae.
Contoh : Parmelia
3. Berdasarkan type thallus dan kejadiannya
A. Crustose atau Crustaceous.
Merupakan lapisan kerak atau kulit yang tipis di atas batu, tanah
atau kulit pohon. Seperti Rhizocarpon pada batu, Lecanora dan
Graphis pada kulit kayu. Mereka terlihat sedikit berbeda antara
bagian permukaan atas dan bawah.
B. Fruticose atau filamentous
Lichen semak, seperti silinder rata atau seperti pita dengan
beberapa bagian menempel pada bagian dasar atau permukaan.
Thallus bervariasi, ada yang pendek dan panjang, rata, silindris
atau seperti janggut atau benang yang menggantung atau berdiri
tegak. Bentuk yang seperti telinga tipis yaitu Ramalina. Yang
panjang menggantung seperti Usnea dan Alectoria. Cladonia adalah
tipe antara kedua bentuk itu.

Secara umum Taksonomi lichenes menurut Misra dan Agrawal (1978)
adalah sebagai berikut :
Klas : Ascolichens
Ordo : Lecanorales
Famili : Lichinaceae, Collemataceae, Heppiaceae, Pannariaceae,
Coccocarpiaceae, Perltigeraceae, Stictaceae, Graphidaceae,
Thelotremataceae, Asterothyriaceae, Gyalectaceae, Lecidaeceae,
Stereocaulaceae, Cladoniaceae, Umbilicariaceae, Lecanoraceae,
Parmeliaceae, Usneaceae, Physciaceae, Theloshistaceae.
Ordo : Sphariales
Famili : Pyrenulaceae, Strigulaceae, Verrucariaceae
Ordo : Caliciales
Famili : Caliciaceae, Cypheliaceae, Sphaephoraceae
Ordo : Myrangiales
Famili : Arthoniaceae, Myrangiaceae
Ordo : Pleosporales
Famili : Arthopyreniaceae
Ordo : Hysteriales
Famili : Lecanactidaceae, Opegraphaceae, Rocellaceae
Klas : Basidiolichens
Famili : Herpothallaceae, Coraceae, Dictyonamataceae, Thelolomataceae.
Klas : Lichens Imperfect
Genus : Cystocoleus, Lepraria, Lichenothrix, Racodium.
Perkembangbiakan lichenes melalui tiga cara, yaitu :
A. Secara Vegetatif
- Fragmentasi
Fragmentasi adalah perkembangbiakan dengan memisahkan bagian tubuh
yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru.
Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen.
Pada beberapa fruticose lichenes, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa
oleh angin ke batang kayu dan berkembang tumbuhan lichenes yang baru.
Reproduksi vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk
peningkatan jumlah individu.
- Isidia
Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang masing-masing
mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika kondisinya
sesuai.
- Soredia
Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang membelah
dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat
terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar
seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichenes baru. Lichenes yang
baru memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
B. Secara Aseksual
Metode reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang
sepenuhnya bergantung kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual
disebut pycnidiospores.
Pycnidiospores itu ukurannya kecil, spora yang tidak motil, yang
diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia. Pygnidia ditemukan pada
permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka
yang disebut Ostiole. Dinding dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana
jamur pygnidiospore berada pada ujungnya. Tiap pycnidiospore menghasilkan
satu hifa jamur. Jika bertemu dengan alga yang sesuai terjadi perkembangan
menjadi lichenes yang baru.
C. Secara Seksual
Perkembangan seksual pada lichenes hanya terbatas pada pembiakan
jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah
kelompok jamur yang membangun tubuh lichenes.